- Home »
- perjalanan »
- PERJALANAN MENUJU TEMPAT PERTAPAAN SANG MAHAPATIH (Madakaripura)
Unknown
On Senin, 03 Agustus 2015
"Masa muda memang selalu indah"
Perjalanan
ini sebenarnya tidaklah direncanakan, kami (saya (miko), kamal, murdiono,
holiz, wildan, farid, hadi, ridhwan, bayu, beny, alfian, zuhdi, arif)
awalnya hanya berniat ke kontrakan saya yang berada di daerah
kebonsari-surabaya , namun diperjalanan ketika kami singgah di SPBU arif
rachman hakim terjadilah percakapan kecil antara saya, murdiono ,holis dan
bayu atau yang biasa dipanggil bontang.
Tang siap ta ke
madakaripura... ucap holiz
Loh beneran ini ?...
kata bontang tak percaya,
iya tang... saya
menyahut
tapi oli ku mau habis,
bontang menjawab sambil memeriksa oli di motornya
tapi beneran gak nih
?... lanjut bontang, masih tak percaya
lu tanye aje kapten
nanti... jawab murdiono ikut ambil bagian
kalo gitu gw ngisi oli
dulu.
Dan akhirnya dengan
lugunya bontang percaya dan beranjak pergi untuk mengisi oli.
kami bertiga akhirnya
tertawa karena keluguan bontang .
Singkat
cerita setelah kejadian tadi kami akhirnya berdiskusi untuk memutuskan apakah
perjalanan dilanjutkan menuju madakaripura atau tidak. Setelah diskusi panjang
terjadi, diputuskan bahwa perjalanan dilanjutkan dengan transit terlebih dahulu
di rumah Zuhdi yang biasa di sapa beji yang terletak di kab pasuruan.
Kesepakatan
telah tercapai, manusia-manusia yang ikut melanjutkan perjalanan pun telah
pasti. Mereka yang melanjutkan perjalanan adalah kami semua, minus Arif,
dikarenakan ada rapat yang mengharuskannya tidak ikut bersama kami.
Setelah setiap kami sudah menetapkan hati dan semua persiapan telah rampung,
sekitar jam setengah dua belas malam perjalanan kami menuju tempat pertapaan
sang mahapatih dimulai.
oh iya, sekadar
informasi. madakaripura terletak di kawasan wisata alam Bromo
– Semeru Tengger Probolinggo
Jawa Timur. Tepatnya di Desa Sapih Kecamatan Lumbang
Probolinggo Jawa Timur. Madakaripura mempunyai arti tempat tinggal terakhir, sesuai dengan namanya, Madakaripura
dipercaya sebagai tempat terakhir sang mahapatih majapahit gajah mada bertapa dan
berteman dengan sepi hingga waktu membunuhnya.
Berlanjut
ke perjalanan kami, kami memulai perjalanan dari kontrakan saya sekitar jam
setengah dua belas malam dengan mengendarai motor. Terpaan angin malam yang
menghatam kulit kami, tak memadamkan niat kami untuk terus meneruskan perjalanan.
Akhirnya setelah satu setengah jam kami
bergelut dengan malam, kami tiba di rumah saudara beji, waktu itu jam menunjukan
pukul 01.00.
Setibanya dirumah beji, kami dihidangkan dengan makanan yang mengundang nafsu makan , kebetulan saat itu lapar sedang menggeroti kami, sontak saja masing-masing kami segera bersantap makanan, walaupun saya sendiri tidak makan.. hehehehe. Setelah santap malam selesai, masing-masing kami beraktivitas seusai dengan keinginan, ada yang beristirahat dan kebanyakan kami bercengkrama diteras rumah beji, saya sendiri tenggelam dalam lamunan saya tentang suasana rumah beji yang sangat berciri khas perdesaan, rumah-rumah yang tanpa pagar, sawah yang masih membentang luas dan langit bersih yang berbintang.
Jam
sudah menunjukan pukul 02.00, kami pun memtuskan untuk beristirahat, mengumpulkan tenaga agar nanti jam 5 pagi bisa
terbangun dan melanjutkan petualangan kami menuju madakaripura. Tempat untuk
istirahat kami terbagi tiga, di ruang tamu dan di dua kamar tidur. Saya sendiri
tidur di ruang tamu
bersama beberapa teman lain.
Pagi pun datang, jam menunjukan pukul 05.00 ketika saya terbangun, segera saya berdiri menuju kamar mandi dan berwudhu untuk melaksanakan shalat shubuh. Selesai saya melaksanakan shalat, saya keteras rumah, mencoba menikmati pagi, Meskipun ketika itu masih jam lima pagi namun matahari sudah cukup tinggi dari tempatnya terbangun.
bersama beberapa teman lain.
Pagi pun datang, jam menunjukan pukul 05.00 ketika saya terbangun, segera saya berdiri menuju kamar mandi dan berwudhu untuk melaksanakan shalat shubuh. Selesai saya melaksanakan shalat, saya keteras rumah, mencoba menikmati pagi, Meskipun ketika itu masih jam lima pagi namun matahari sudah cukup tinggi dari tempatnya terbangun.
dirumah beji menjelang keberangkatan |
Teman-teman yang lain terbangun setelah saya,
kecuali beji , Sebelum mereka terbangun, dengan kamera sakunya beji memotret
pose tidur masing-masing mereka, sembari membangunkannya.
Setelah
semua sudah terbangun dan sudah siap ,sekitar jam enam pagi, kami berangkat
menuju madakaripura. Di perjalanan ketika kami melewati turunan , alfian yang memboncengi benny, hampir
saja kehilangan nyawa mereka, motor mereka slip ketika menuruni turunan yang
curam berpasir, beruntung mereka masih bisa menjaga keseimbangan motor sehingga
tidak terjatuh kedalam jurang yang menganga didepan mereka. pyuh, hampir saja.
Patung Gajah mada dan kerisnya |
Tibalah kami digerbang masuk madakaripura,
terlihat patung gajah mada yang berdiri gagah dengan kerisnya menunjuk ke arah
Timur. Suasana madakaripura saat itu masihlah sepi, loket pembayaran pun belum
ada penjaganya.
Kami segera memakirkan
motor di sekitar patung gajah mada yang sedang duduk bertapa. Saat itu
seseorang yang sepertinya penjaga loket menghampiri kami untuk meminta bayaran.
Pembayarannya satu orang Rp. 3000,00 dan
satu motor Rp. 3000,00. Karena kami ada tiga belas orang dan motor ada 7 ,
biaya yang kami keluarkan adalah Rp. 60.000,00. Setelah selesai bertransaksi,
kami berfoto di depan patung gajah mada yang bertapa. Selesai berfoto kami
sarapan di kedai-kedai yang terletak tak jauh dari tempat kami memarkirkan
motor. Di saat kami makan terlihat motor-motor kami dicucikan oleh sekelompok
anak yang sepertinya penduduk sekitar situ. "Lumayanlah, udah lama gak dicuci
tuh motor"… batin saya dalam hati.
Bontang dan Gajah mada |
Perut sudah terisi penuh, kini saatnya kami
melanjutkan perjalanan menuju air terjun madakaripura yang harus ditempuh
dengan berjalan kaki, dari tempat kami memakirkan motor. Perjalanan yang kami
tempuh kurang lebih 800 m untuk mencapai air terjun madakaripura.
Perjalanan dimulai dari sebuah jalan setapak yang memotong sungai. Kami sempat foto-foto sebentar disini. Selesai foto kami melanjutkan perjalanan dengan mengikuti jalan setapak, saya sendiri tidak mengikuti yang lainnya, saya lebih memilih mengikuti aliran sungai, jadilah saya berjalan melawan arus sungai, pakaian yang saya kenakan pun basah kuyup.
Perjalanan dimulai dari sebuah jalan setapak yang memotong sungai. Kami sempat foto-foto sebentar disini. Selesai foto kami melanjutkan perjalanan dengan mengikuti jalan setapak, saya sendiri tidak mengikuti yang lainnya, saya lebih memilih mengikuti aliran sungai, jadilah saya berjalan melawan arus sungai, pakaian yang saya kenakan pun basah kuyup.
Saya terus menyusuri sungai, beberapa kali saya
juga terjatuh karena derasnya arus yang mengalir dan licinya batu yang saya
pijak. Tak ayal saya jatuh- bangun untuk mencapai tempat terakhir kami. Saat
saya bersusah payah berjalan melawan arus sungai, yang lainnya sepertinya
dengan santai berjalan mengikuti jalan setapak, walaupun sesekali jalannya
harus memotong sungai. Setelah satu jam berjalan akhirnya saya tiba di air
terjun pertama, (sedikit informasi air terjun
madakaripura berjumlah lima ). Di air terjun pertama dibawahnya terletak batu
besar, batu besar itu cukup untuk saya duduk diatasnya, saya bergaya ala
pertapa disana dengan melepas baju yang saya kenakan. Oh iya bagi kalian yang tidak mau barang
bawaan kalian basah, tenang saja disana terdapat tempat penitipan barang. Saya
sendiri tidak menitipkan tas yang saya bawa tetapi teman-teman yang lainnya
menitipkan barang awaan mereka. Selepas menitipkan barang, mereka bergabung
dengan saya untuk berpotret
ria, di batu tadi.
jalur sungai |
Selesai berfoto, saya, Kamal biasa disapa Imung atau Kapten dan Farid, meneruskan berjalan menuju air terjun berikutnya, sedang yang lainnya masih berfoto di batu tadi. Tak jauh dari air terjun pertama tadi kira-kira 5 meter di depan terdapat air terjun kedua, yang aliran airnya lebih deras dari sebelumnya. Untuk mencapai air terjun kedua tadi, kita harus menapaki jalan yang berbatu dan sedikit menanjak. Saat kami bertiga sudah mencapai air terjun kedua tadi, saya mencoba untuk duduk dibawahnya. Ternyata rasanya sakit , seperti dilempar dengan kerikil-kerikil kecil berjumlah banyak. Dari air terjun kedua tadi saya memandang lurus kedepan, terlihat ceruk besar, dengan 3 air terjun disisinya dan danau berwarna biru. Tak ayal saya, Imung, Farid bergegas turun dan menunggu teman-teman yang lainnya, untuk segera menuju pemandangan indah yang saya lihat tadi.
Kami
segera beranjak dari tempat kami berfoto. Kami berjalan kira-kira 30 meter dari
air terjun kedua untuk sampai ke ceruk
besar yang terdapat tempat patih gajah mada bersemedi. Untuk mencapai ceruk
tadi terdapat dua jalur, jalur pertama melewati jalan yang licin dan hanya
cukup untuk satu orang, jalur yang kedua berada disamping jalur pertama.
Sebenarnya ini bukan lah jalur, jalur ini adalah sebuah muara dari air terjun,
dimana tseperti terdapat kolam didalamnya. Kami semua melewati jalur ini, untuk
sedikit bermain air. Kebetulan disana terdapat satu gelondongan kayu yang bisa
dipakai untuk pelampung, karena ternayata kolam tersebut terdapat sisi dalam di
bagian pinggirnya.
Saya dan perjuangan melawan arus |
Setelah puas bermain air dikolam tadi, kami segera
beranjak menuju air terjun di depan kami . Ketika sudah sampai, saya takjub
akan pesona yang ditampilkan madakaripura ke pada kami. Pemandangan yang kami lihat
adalah sebuah tebing yang melingkar setengah lingkaran mengelilingi kami, yang
disisinya terdapat tiga air terjun yang jatuh dengan indahnya. Diantara tiga
air terjun tersebut, terdapat satu air terjun utama, dimana dibelakang air
terjun tersebut terdapat sedikit ruang untuk berpijak. Diduga di ruang
tersebutlah Gajah mada bersemedi. Namun untuk mencapai ruang tersebut tidaklah
mudah, kita harus menyebrangi sebuah kolam sedalam 7 meter dengan lebarnya 5
meter. Kami semua awalnya tidak berani
untuk menyebarangi kolam dalam itu, masing-masing kami mencoba mengumpulkan
keberanian untuk mengawalinya. Hingga Danar yang memang dikenal jago berenang,
memberanikan diri untuk menyebrang, dengan kayuhan tangan dan kakinya dia mulai
berenang dengan berani, kami ditepi kolam menunggu dengan cemas, Setelah beberapa saat Danar berhasil mencapai
ruang dibelakang air terjun tersebut, tepuk tangan pun bersahutan dari kami
untuk Danar.
Air terjun Madakaripura |
Keberhasilan Danar menginspirasi kami semua
untuk mencapai ruang tersebut. Saya sendiri karena tidak pandai berenang,
mencoba mencari jalan lain untuk mencapai ruang tersebut tanpa berenang. Saat
itu saya melihat ada celah di dinding tebing yang terhubung dengan ruang
dibalik air terjun tadi . Saya menghampiri dan memeriksa apakah celah itu bisa
saya lewati untuk sampai ke seberang atau tidak... Setelah saya periksa, celah
tersebut cukup lebar untuk saya berjalan tiarap didalamnya, namun saya masih
ragu untuk melewatinya, dikarenakan ketinggian celah cukup tinggi dari tempat
saya berdiri, di tambah dinding tebing yang licin dan tajam membuat keraguan
saya bertambah. Satu lagi alasan keraguan masih tertanam di otak saya adalah, karena
sandal yang saya pakai sudah aus untuk di pakai memanjat. Jadilah untuk
sementara saya urungkan dulu niat saya untuk menyebrang.
Disaat saya masih diliputi keraguan ,
satu-persatu teman-teman saya mulai menyebrangi kolam 7 m itu. Secara berurutan
yang menyebrang setelah danar adalah imung dengan renang gaya punggunya ,Benny
yang hampir tinggal nama karena kehabisan napas di tengah perjalanan, namun
untungnya danar datang untuk membantu, dan beji yang menyebrang dengan bantuan
gelodongan kayu, juga dibantu Danar, sedangkan yang lainnya masih mengumpulkan
keberanian untuk menyeberang
Berfoto
dengan latar belakang kolm 7 m dan ruang dibelakang airterjun
|
Kembali ke pikiran ini, keraguan masih mencoba
mematikan keberanian saya. Saya masih ragu , apakah saya melewati celah di
tebing itu apa tidak. Sebenarnya alasan terbesar saya masih ragu adalah karena
sandal yang saya kenakan ini tidak mumpuni untuk membantu saya melewati celah
tersebut. Akhirnya karena keinginan saya
untuk menyebrang semakin membuncah, saya memutuskan untuk meminjam sandal yang
lebih baik daripada sandal saya. Saya
coba meminjam ke Farid yang waktu itu memakai sandal gunung merk outdoor, tapi tak berhasil,, Farid masih
mau memakai sandalnya. Namun akhirnya saya mendapatkan pinjaman, setelah Hadi
mempersilahkan saya untuk memakai sandalnya. Sandal hadi adalah tipe sandal
gunung dengan merk eiger .
Berfoto di
ruang belakang air terjun
|
Tak
membuang waktu, setelah saya memakai sandal pinjaman tadi, saya bersegera ke
celah tebing tadi untuk memulai percobaan saya menuju ruang di balik air terjun
tadi. Masih ada sedikit keraguan menyergap saya, ketika akan memulai memanjat
untuk masuk ke celah tadi. Teriakan dion menambah keraguan itu, “ko jangan
ko!!!” begitu teriaknya. Tapi keinginan saya mengalahkan keraguan saya, dengan
mengucap bismillah saya mulai memanjat dengan keyakinan, dan saya berhasil
memasuki celah tersebut. Tantangan selanjutnya telah menanti saya. Untuk
mencapai ruang yang saya tuju, saya harus berjalan tiarap sekitar 5 m dengan
medan yang sedikit turun dan batu-batu kecil yang tajam, dengan sedikit
bersusah payah saya berhasil mencapai ujung celah tersebut dan dengan 2
lompatan kecil saya berhasil mencapai ruang yang saya tuju.
Ngopi sek sambil selfie |
Hadi, Ridhwan atau biasa disapa Gibal ,Alfian
(sbnrnya saya heran knp Alfian tidak berani menyebrang sendiri, pdhl dia jago
renang) dan Murdiono, secara berurutan mereka yang telah menyebrang. Ada cerita
lucu ketika murdiono menyebrang, Murdiono ini seorang yang tidak pandai untuk
berenang maka otomatis dia memakai gelondongan kayu untuk menyebrang dengan
danar disampingnya. Tapi alih-alih dia membantu mengayunkan kakinya, dia malah
memeluk kayunya , membentuk badannya seperti huruf C. Kontan saja si kayu berputar dan nyaris saja
menenggelamkan Murdiono. Tapi Untung saja Danar dengan susah payah dan wajah
yang sudah memerah, berhasil membawa dion menyebrang.
Sekarang
kami semua kecuali Farid,Wildan dan Holiz, sudah berada di ruang itu. Sontak
kami menyuruh mereka yang diseberang untuk memfoto kami. Kami disitu juga
menari-nari ala Bob Marley dan menyanyikan lagu No Woman No Cry . Tertawalah kami bersama-sama.
Air terjun dan kolam 7 m
|
Kami
di ruang itu tidaklah lama, hanya selang beberapa menit setelah saya sampai
disana, kami memutuskan untuk segera balik lagi ke tempat kami sebelum
menyeberang. Sama seperti saya ketika mencapai ruang tersebut, ketika kembali
pun saya juga melewati celah ditebing itu. Ternyata perjalanan kembali lebih
menyusakan daripada berangkatnya. Saya harus berjalan tiarap dengan medan yang
berkebalikan dari sebelumnya, sedikit menanjak dan berbatu tajam. Tapi hal yang
paling menyusahkan adalah ketika saya ingin turun dari celah itu, medannya
dinding batu licin yang tajam dan saya tidak bisa melihat kebawah untuk mencari
pijakan atau sekadar memastikan bahwa di bawah saya bukanlah air yang dalam.
Dalam perjalanan saya untuk turun, saya tergelincir dan saya berfikir ketika
itu dibawah saya adalah air yang dalam, Mati gw … dalam hati saya berbicara.
Namun untungnya pikiran saya salah, ternyata dibawah saya adalah air yang
dangkal, selamat lah saya. Walaupun tulang kering dan tangan saya sedikit
terluka karena tergelincir tadi, tapi untunglah saya gak jadi meninggal
hehehehe.
Saat
sudah sampai di tempat asal, saya lihat teman-teman yang lainnya juga mulai
kembali dengan berenang namun dengan rute yang lebih pendek daripada
berangkatnya. Berbeda dengan lainnya yang kembali dengan berenang, Dion lebih
memilih untuk mengikuti saya melewati celah di tebing untuk jalan kembali.
Walaupun sedikit bersusah payah, namun dion juga berhasil sampai dengan selamat
setelah saya bantu memandunya untuk turun dari celah itu.
Setelah
kami semua sudah sampai seberang, kami segera menghampiri teman-teman yang
tidak menyebrang untuk membuat kopi. Oh iya kebetelulan saat itu kami membawa
kompor kecil yg biasanya dibawa oleh pendaki, Gas kecil , gelas dan nesting,
sehingga kami bisa membuat beberapa gelas kopi. Sambil mengeringkan badan ,
kami bercengkrama dan meminum kopi yang sudah kami buat.
Sekitar jam
setengah dua belas setelah kami
mengepack barang bawaan kami, kami segera bergegas pulang. Kembali ke kehidupan nyata, bergelut dengan
buku di kota pahlawan Surabaya. Itulah cerita perjalanan kami menuju pertapaan
sang mahapatih , sebuah perjalanan mengenang sejarah kejayaan nusantara yang menyenangkan.
Cat : sedikit cerita ketika perjalanan pulang menuju Surabaya. Farid dan Beji
hampir kehilangan nyawa mereka. Motor yang mereka tumpangi terjatuh karena rodanya
nyelip di rel kereta dan lucunya ketika mereka jatuh beji sempat bertanya pada
farid “kamu ngantuk rid??”Tanya beji, “nggak le” dengan tenangnya farid
menjawab , padahal keadaan pada saat itu truck sudah menanti untuk melindas
mereka. Tapi untung saja truck nya bisa berhenti sebelum mereka jadi tempe
penyet .
Posting Komentar