Laman

Entri Populer

Unknown On Selasa, 11 Juni 2013

Lembah kijang dengan latar belakang Gunung arjuno
Sebuah perjalanan menikmati alam saya lakukan bersama beberapa teman-teman saya. Teman-teman saya adalah Arif biasa disapa kakek (katanye sih gara-gara mukanye boros makanya dipanggil kakek... hehehe piss kek :)), ridhwan alias gibal, nanang alias om nanang, wildan alias tebo, dimas alias jarjit dan roni. Tujuan kami adalah sebuah gunung dengan ketinggian 3339 mdpl yang terletak di kabupaten pasuruan, benar dialah gunung arjuna.

Pendakian gunung arjuna bisa dilalui dari tiga jalur yaitu tretes, lawang dan cangar.  Namun karena alasan jarak dan akses yang lebih mudah, kami memulai pendakian dari jalur tretes.

Perjalanan dimulai dari Kampus ITS surabaya,  sekitar pukul 18.00 WIB selepas menjamak shalat maghrib isya dan setelah mempersiapkan segala keperluan untuk mendaki, kami pun berangkat dengan mengendarai sepeda motor.  Perjalanan dari surabaya dan tretes menghabiskan waktu 2 jam, dengan catatan perjalanan bebas lancar tanpa hambatan.

Sepanjang perjalanan dari surabaya ke tretes tidak banyak hal yang menarik yang bisa di ceritakan. Paling-paling hanya cerita saya dan kakek (kebetulan saya berboncengan dengan kakek) yang hampir nabrak. Saat berada di daerah pasuruan, motor yang saya naiki bersama kakek hampir mengalami tabrakan beruntun disebabkan seorang pengendara motor yang dengan berani mencoba menyalip diantara dua mobil. Nah disaat motor  ingin menyalip itulah tiba-tiba salah satu mobil memepet motor itu hingga hampir tergencet. Dalam keadaan yang sudah terdesak tersebut, motor itu mengerem dan saya yang hanya beberapa meter dibelakangnya sontak juga mengerem dengan rem tangan dan rem kaki ditambah lagi dengan kaki saya juga. Keadaan itu hampir membuat terjadinya kecelakaan beruntun. Beruntung saya berhasil berhenti pada saat yang tepat.

Pos pendakian (tretes)
Dokumentasi di pos pendakian
Setelah dua jam kami melawan malam di jalanan, kini akhirnya kami tiba di titik pertama pendakian. Sebelumnya beberapa dari kami (saya, jarjit, gibal) mengisi perut dulu disalah satu warung makan sederhana di dekat pos pendakian. Suasana pos pendakian saat itu cukup ramai oleh para pendaki yang sudah menuntaskan pendakiannya bahkan memang tidak ada pendaki yang baru ingin memulai pendakian kecuali kami. Memang pada saat itu kami baru mulai mendaki pada hari minggu malam, disaat yang lain akan memulai kembali kehidupan nyatanya pada keesokan harinya.

Sesudah perut terisi dan izin mendaki sudah dikantongi tepat pukul 21.00 WIB kami pun memulai pendakian kami. Belum apa-apa pada awal pendakian kami sudah disuguhi tanjakan yang curam dan berkelok. Cukup menguras tenaga memang namun karena kondisi yang masih prima dan nuansa gelap yang dihadirkan malam membuat kami tidak terlalu merasakan lelah.

Tak terasa 20 menit sudah kami menelusup pekat malam dengan bantuan temaram cahaya senter, tanjakan ini pun sudah mencapai ujungnya. Beberapa meter dari ujung tanjakan ini adalah pos pertama yang bernama pet bocor. Dinamakan pet bocor karena disana terdapat pipa bocor, dari pipa bocor itulah biasanya para pendaki mengambil air untuk minum.

Di pet bocor kami beristirahat sejenak di depan warung kecil yang menyediakan keperluan logistik mendaki dan biasanya juga tempat nongkrong warga sekitar. Kami harus beristirahat karena setelah ini perjalanan menuju pos dua kokopan akan semakin berat.  Yang membuat perjalanan nanti berat adalah karena setelah ini jalan yang kami lalui adalah jalan yang berbatu dan menanjak. Tanpa ada lagi jalan yang halus dan datar alias tanpa bonus.

Pos II (Kokopan)
Butuh 4 jam perjalanan buat kami untuk mencapai pos kedua kokopan dari pet bocor. Keadaan yang sudah mulai lelah dan dingin gunung diwaktu malam yang semakin menusuk pori-pori tubuh kami, membuat emosi kami khususnya saya menjadi labil. Ini bisa terlihat ketika kami ingin memasang tenda. Saya sedikit emosi dan tidak bisa berfikir dengan tenang saat ingin mendirikan tenda yang sedikit rumit pemasangannya. Walhasil tenda yang saya bangun dengan beberapa teman didirikan secara asal-asalan yang penting berdiri, jadi dan bisa ditiduri.
Gunung pananggungan dilihat dari kokopan

Sebenarnya ada tiga tenda yang kami bawa, namun hanya 2 tenda yang kami dirikan. Satu tenda tidak sampai 5 menit sudah bisa berdiri karena memang tenda ini tidak serumit dua tenda yang tersisa dalam mendirikannya.

Akhirnya ketika tenda sudah selesai didirikan dan semua barang-barang sudah ditata ke dalam tenda, kami bergegas masuk ke tenda untuk segera terlelap. Kami memang harus segera beristirahat karena waktu sudah menunjukan pukul 00.00 WIB, lagi pula pagi sekali kami harus bergegas meneruskan perjalanan.

Perjalanan penyesalan (pos II to pos III)
Matahari pagi sudah mulai terbangun dari mimpinya, memanaskan ruang yang ada di sekitarnya termasuk tenda kami. Saya pun terbangun karena suhu di dalam tenda mulai meningkat, walaupun tak sepanas jika kita masih berpijak di perkotaan.

Saya bergegas keluar tenda mencoba menikmati pagi yang sudah dua kali saya rasakan di pos kokopan ini, karena kebetulan sebelumnya saya sudah pernah menjejakan kaki di pos ini ketika ingin mendaki gunung welirang yang masih satu peggunungan dengan gunung arjuna.

Suasana di luar tenda saat itu sudah sepi hanya menyisakan beberapa tenda saja termasuk tenda kami. Saya liat jam tangan, ternyata waktu sudah menunjukan pukul 08.00 WIB. Bergegas saya menuju pancuran untuk berwudhu karena teringat saya belum shalat shubuh. Oh iya di pos ini memang terdapat pancuran yang bisa dipakai untuk keperluan minum ataupun berwudhu.

Selesai shalat , saya bangunkan teman-teman saya untuk segera bersiap melanjutkan perjalanan. Singkat cerita setelah perut terisi dan semua perlengkapan sudah dipacking, kamipun siap melanjutkan perjalanan.

Waktu menunjukan pukul 09.00 saat kami siap meneruskan perjalanan. Perjalanan yang akan kami tempuh menuju pos 3 ini akan lebih menyakitkan daripada perjalanan sebelumnya. Jalan yang menanjak curam juga berbatu menyulitkan langkah kami untuk terus bergerak, sesekali kami berhenti sekedar mengatur nafas .

Tak terasa 3 jam sudah kami melangkah, hingga langkah kami terhenti pada sebuah tanjakan panjang nan curam di depan kami. Tanjakan ini dengan melihatnya saja membuat kaki ini malas untuk melangkah karena saking panjang dan curamnya tanjakan ini. Tanjakan ini dikenal oleh kalangan pendaki dengan tanjakan penyesalan. Susah payah kami menapaki tanjakan ini namun semangat yang tetap menyala, menghempaskan semua lelah yang menggerogoti kami.

Setelah melewati tanjakan penyesalan, perjalanan selanjutnya tak ada halangan yang berarti , hanya jalan yang sesekali menanjak lalu turun dengan latarbelakang hutan pinus. Begitu terus hingga kami tiba di Pos 3 pondokan. 

Pos III (Pondokan)
Plang pertigaan puncak welirang dan arjuno
Akhirnya saya,tebo,jarjit,roni dan gibal sampai di pos 3 pondokan, sedangkan kakek dan om nanang masih tertinggal di belakang. Rencananya sih begitu kami (saya,tebo,jarjit,roni dan gibal) sampai di pos 3 , kami langsung mendirikan tenda. Namun kenyataan tak seindah rencana, alih-alih mendirikan tenda kami malah tertidur di depan plang bertuliskan pos 3 pondokan . cukup lama kami tertidur di sana kurang lebih 30  menit , dari jam 14.30 kami tiba sampai jam 15.00 kami baru terbangun hehehehe.

Sebenarnya pos 3 ini adalah sebuah tempat tinggal sementara para penambang belerang di gunung welirang dari senin-kamis mereka tinggal disini lalu hari jumat - minggu mereka turun berjumpa dengan keluarganya masing-masing. Setiap hari penambang belerang ini membawa belerang dari puncak welirang sampai pondokan 100-200 kg/ hari dengan menggunakan gerobak seadanya. Di pos 3 ini pulalah perjalanan bercabang, jika ke kanan menuju puncak welirang jika ke kiri menuju puncak gunung arjuna.  Urusan air juga tidak perlu khawatir, disni terdapat pula sumber air walau harus sedikit bersusah payah untuk mencapainya, karena sumber air itu terdapat di bawah pos 3.

Kembali ke kisah kami, segera setelah terbangun kami mendirikan tenda. Tak berapa lama kami mendirikan tenda akhirnya om nanang dan kakek tiba. Nampa gurat lelah dari wajah mereka, memang perjalanan tadi sangat-sangat menguras tenaga, apalagi untuk om nanang perlu usaha ekstra untuk dia karena tubuhnya sedikit tambun.... hehehe.

Kini tenda telah berdiri, waktunya untuk kami beristirahat. Saya sendiri langsung mendekam di tenda, sedang teman-teman lainnya membantu jarjit memasak (kebetulan jarjit adalah koki gunung kami hehehe). 

Tak banyak yang bisa diceritakan di pos ini. Kebanyakan waktu kami dihabiskan untuk beristirahat, selebihnya diisi dengan makan, ngobrol dan main poker sebentar hehehe. Lelah yang memakan kami membuat kami kepayahan dan memutuskan untuk beristirahat menyiapkan tenaga untuk besok.

Menuju Puncak 3339 mdpl 

Hari yang baru telah tiba di bumi arjuna, Ini hari kedua kami berada diantara kerindangan alam, mencari ketenangan dan menggali makna hidup. Pagi ini energi baru sudah terkumpul di badan kami, kami siap untuk ke puncak. Semua anggota pendakian ikut ke puncak kecuali om nanang(katanya dia tidak ingin menyusahkan). Setelah mempersiapkan logistik yang ingin dibutuhkan untuk ke puncak kami pun siap melangkah.

Tujuan pertama kami sebelum ke puncak adalah lembah kijang, dibutuhkan waktu kurang lebih 20 menit untuk mencapainya dari pondokan. Dari beberapa literatur yang saya baca lembah kijang adalah sebuah lembah hijau yang berisi kijang-kijang. Saya membayangkan betapa indahnya lembah itu, dengan rumput hijau dan kijang-kijang yang berlarian kesana-kemari. Namun kenyataannya ketika saya sampai sana tidak ada kijang sama sekali. Tetapi bagaimanapun lembah ini tetap indah, rumput-rumput yang nyiur melambai tersapu angin, beberapa pohon-pohon pinus yang juga ikut menari dengan puncak arjuno sebagai konduktor berdiri gagah di belakangnya. Sebuah simfoni alam yang sempurna.

Perjalanan menuju lembah kijang tidak lah sulit, cuma jalan tanah yang datar . Hanya saja bagi yang tidak pernah ke gunung arjuna disarankan untuk tidak summit waktu malam hari karena jalan yang agak tidak jelas dan bercabang jika dilalui pada malam hari.

Mulai disini akan lebih banyak gambar yang bercerita sebab perjalanan ke puncak adalah perjalanan yang tak bisa dilukiskan dengan sempurna oleh kata-kata. :)

Puncak gunung arjuna dilihat dari lembah kijang

Diantara gunung kembar

lembah kijang

gibal dan putihnya awan

persahabatan di lembah kijang

puncak arjuno

Teknik fisika, Indonesia dan Arjuno

beristirahat sejenak sebelum puncak

Cahaya pagi

Puncak arjuno

Bersantap di puncak


        
Saya dan rerumputan
Perjalanan Turun 
Perjalanan turun di gunung ini diwarnai dengan kemistisan. Fenomena ini terjadi ketika kami ingin turun dari pos II menuju pet bocor. Hari sudah gelap ketika itu, tidak ada manusia pendaki yang tersisa kecuali kami. Kami dengan raga yang sudah melemah , kaki yang sudah mulai cedera di tambah dengan stamina yang terus turun karena hujan yang sebelumnya terus mengguyur kami di perjalanan turun dari puncak, terus melangkah menyusuri jalan berbatu. Sepanjang jalan saya hanya bisa terdiam begitu juga dengan  teman yang lainnya. Malam menampakan ketenangannya, alam pun begitu sunyi tidak ada satu pun suara yang keluar darinya. Begitu tenangnya kami berjalan hingga tak terasa ternyata sudah 3 jam kami berjalan, namun tak juga sampai di tempat yang kami tuju. Menurut pengalaman saya perjalanan turun dari pos II menuju pet bocor hanya membutuhkan waktu 1 jam 30 menit. Pun dari tadi saya menemukan kejanggalan di perjalanan ini. Saya seperti merasakan berputar-putar di tempat yang sama, seperti kembali lagi, kembali lagi. Tetapi hal ini tak berani saya utarakan. Saya pun tak tahu apa yang ada dipikiran teman-teman, karena mereka pun hanya membisu dari tadi. Alhasil kami tetap meneruskan berjalan tanpa bersuara.

Setelah 4 jam kami berjalan dari pos II akhirnya kami tiba di pet bocor 30 menit kemudian kami sudah tiba di pos pendakian. Kelegaan mengalir dalam hati saya. Ucapan syukur pun terus terucap dari mulut saya. Disinilah saya baru berani mengutarakan apa yang saya rasakan tadi kepada teman-teman yang lainnya. Ternyata mereka pun berfikiran hal yang sama tetapi tidak ada yang berani mengutarakan. Kemudian Roni bercerita ternyata dia membuat semacam tanda ketika kami sejenak beristirahat di perjalanan turun dan ketika kami sudah berjalan beberapa menit kemudian dia menemukan tanda yang sama seperti yang dia buat. Sesaat buluk kuduk kami merinding, tetapi tak ada yang berani membahas lebih jauh. Yah biarlah bukankah memang gunung selalu menyimpan rahasia yang kuasa dibalik megahnya ???..

5 Responses so far.

  1. wah.. mas-nya suka naik gunung ya? kapan-kapan ajak saya ya, saya kan pengin tau juga gimana rasanya naik gunung.. :D

  2. Unknown says:

    haha... mb'a nya bukannya lebih sering dari saya

  3. bogrek says:

    nice story... dari pos 3 ke puncak jalanya susah gag sih mas,pake nrabas2 ga?

  4. bogrek says:

    nice story... dari pos 3 ke puncak itu tracknya susah ga sih kaka?pake trabas2 ga kaka?

  5. junedz says:

    saya pernah dari kokopan turun ke pet bocor bertiga setelah isya...kondisi cuaca gerimis dan memang sering kejadian mistis...saya dan dua teman berjalan bersama teman saya yang dibelakang melihat kalau saya dan teman saya satunya berubah menajdi orang berjubah pputih dan bersorban...dia barun cerita waktu di pet bocor jam 10 malam...